KALTARAUPDATE.COM – Direktur Perumda Air Minum Tirta Alam Kota Tarakan, Iwan Setiawan meminta ruang terbuka kepada Gubernur Kaltara untuk difasilitasi melaksanakan debat saling buka-bukaan data atas tuduhan yang dilayangkan bahwa PDAM rugi Rp202 miliar.
Mulanya, Gubernur Kalimantan Utara, mengirimkan surat kepada Pemerintah Kota Tarakan terkait laporan kerugian yang dialami oleh Perusahaan Umum Daerah Air Minum (Perumda) Tirta Alam Tarakan.
Surat Gubernur Kaltara Nomor 500.2.2.4/B.EKO/GUB yang bersifat penting perihal PDAM Tirta Alam Kota Tarakan tertanggal 10 Maret 2025 ditujukan kepada Wali Kota Tarakan dengan 10 tembusan.
Tertuang dalam surat tersebut, dinyatakan bahwa Perumda ini mengalami kerugian hingga Rp 202 miliar.
Kemudian, Iwan Setiawan sempat memberikan klarifikasi terkait hal tersebut. Lalu berlanjur, menyusul Kepala Biro (Karo) Ekonomi Sekretariat Provinsi Kaltara (Setprov) Kaltara, M. Ghozali juga membeberkan beberapa bukti kerugian dan juga menampakkan dokumen laporan evaluasi kinerja PDAM Tarakan.
Sumber data yang disampaikan Karo Ekonomi Setprov Kaltara, yakni berasal dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kaltara Nomor PE.09.03/LHP-181/PW34/4/2024 tertanggal 19 Juni 2024 tentang Laporan Evaluasi Kinerja Perusahaan Umum Daerah Air Minum Tirta Alam Kota Tarakan tahun buku 2023.
Dalam wawancara bersama media siang tadi, Kamis (27/3/2025), Direktur Perumda Air Tirta Alam Kota Tarakan, Iwan Setiawan menjelaskan bahwa secara umum sebagaimana tertuang dalam laporan evaluasi kinerja PDAM oleh BPKP dinyatakan Sehat.
“Kesimpulan dan rekomendasi BPKP dinyatakan sehat yang disampaikan Karo Ekonomi Setprov Kaltara. Ini kan ada semacam penyesatan informasi kepada publik, dimana karo ekonomi menyatakan PDAM tahun buku 2023 rugi Rp202 miloar tanpa menjelaskan bahwa itu adalah akumulasi kerugian dari sejak PDAM berdiri 1999 sd tahun buku 2023. Kami masih diskusi apakah bisa ke ranah hukum,” urainya.
Kemudian berkaitan pernyataan dari Karo Ekonomi Setprov Kaltara bahwa menyatakan PDAM rugi Rp202 miliar, lalu setelah ia telusuri dalam dokumen memang ada tertulis laba ditahan saldo akhir tahun Rp202 miliar.
Kemudian ada disebutkan rugi Rp 17 miliar. Ia menjelaskan bahwa data itu betul namun perlu diketahui, harus juga melihat beban penyusutan.
“Dia (karo ekonomi) tidak melihat beban penyusutan yang Rp 42 miliar. Laporan BPKP tidak boleh berdiri sendiri. Harus disandingkan dengan laporan audit keuangan Kantor Akuntan Publik atau KAP. Tidak bisa laporan BPKP berdiri sendiri. Dia harus disandingkan dengan KAP,” jelasnya.
Lalu kemudian membahas KAP, laporan kinerja PDAM tahun 2023 menyatakan bahwa PDAM, laba sebelum penyusutan atau laba kotornya sebesar Rp24 miliar. “Kita punya saldo positif Rp 24 miliar. Ini yang jadi dasar kita 55 persen menyerahkan dividen ke Pemkot Tarakan. Nah, beban penyusutan Rp42 miliar ini, tidak ada duitnya. Tapi harus dibukukan. Sama dengan yang disampaikan laba rugi ditahan Rp202 miliar, ini gak ada duitnya. Jadi Rp202 miliar ini adalah aset-aset Pemkot Tarakan yang diserahkan ke PDAM itu dianggap adalah asetnya pemkot,” jelas Iwan Setiawan.
Selama PDAM tidak bisa mengembalikan maka, laba ruginya, saldo ditahan atau akumulasi kerugiannya akan tetap sebesar itu. Perlu diketahui juga akumulasi kerugian itu dihitung dari sejak tahun 1999 PDAM berdiri.
“Jadi gak ada duitnya. Karena itu aset. Bentuknya barang. Dan ini harus dipahami dalam membaca ini. Jangan sampai dianggap kerugian PDAM tahun 2023. Yang benar adalah ini akumulasi dari tahun 1999 sampai 2023. Penyertaan asetnya Pemkot Tarakan,” tegas Iwan Setiawan.
Lebih lanjut ia menjelaskan dengan tegas bahwa Karo Ekonomi Setprov Kaltara bukan lagi salah tafsir melainkan tidak memahami hal ini.
Selanjutnya pihaknya sudah konsultasi ke BPKP dan KAP. Kemudian dari 2007 akuntan PDAM salah menafsirkan peraturan Menkeu tentang Pengelompokan aset aset di PDAM. Pengelompokan aset berdasarkan Permenkeu Nomor 72 Tahun 2023 dibagi empat kelompok. Kelompok pertama, adalah empat tahun dengan rate penyusutan 25 persen. Lalu kelompok kedua, 8 tahun 12,5 persen dan kelompok ketiga 16 tahun dan keempat, 20 tahun dgn rate 5 persen.
Ia melanjutkan lagi, aset terbesar PDAM ada di pipa transmisi dan distribusi. Transmisi dan distribusi, dimasukkan dalam rate 8 tahun 12,5 persen. Padahal seharusnya di 20 tahun 5 persen. Akhirnya dievaluasi dan dikonsultasi ke BPKP dan KAP dan dilakukanlah penyesuaian.
“Akhirnya saldo laba rugi di tahan nanti di 2024 hanya tinggal Rp158.642.000.000 dari Rp202.000.000.000 tadi. Kenapa saya bilang itu asumsi, itu bisa berubah karena barang tersebut tidak ada uangnya. Jadi tahun 2024, beban penyusutan kita yang tadi Rp39 miliar sekarang berubah hanya Rp23,9 miliar,” paparnya.
Di tahun 2024, terhitung laba bersih PDAM Rp15 miliar. Laba rugi sebelum penyusutan, laba kotornya Rp39 miliar. Bisa dibayangkan PDAM Tarakan memiliki cashflow yg sangat positif di tahun 2024 Rp39 miliar. Itu lebih besar daripada omzet PDAM Bulungan dan KTT.
“Baru laba kotornya. Kalau bilang PDAM masuk di ICU, ini kan bahasa menyesatkan semua informasinya. Padahal laporan BPKP menyatakan PDAM Sehat. Makanya saya minta ke gubernur untuk memfasilitasi debat terbuka, kepada Kabiro Ekonomi Setprov Kaltara dengan disaksikan berbagai pihak,” jelasnya.
Ia berharap bisa disaksikan Inspektorat Provinsi Kaltara dan Inspektorar se-kabupaten dan kota di Kaltara, direktur PDAM se-Kaltara bahkan jika perlu lanjutnya mengundang KPK dibuka dan dibedah laporan PDAM.
“Jadi jangan ada dusta di antara kita. Ini kan menyesatkan informasinya,” paparnya.
Ia melanjutkan lagi, bahwa untuk BPKP sendiri melakukan audit kinerja dan mencakup aspek keuangan, aspek operasional dan aspek layanan. Kurang lebih ada 37 indikator diaudit. Aspek keuangan sendiri hanya satu indikator saja.
“Yang namanya evaluasi kinerja itu sifatnya asumi pendapat. Bukan nilai riil. Kalau pendapat bisa berubah, seperti saya bilang Rp202 miliar bisa berubah jadi Rp150 miliar lebih karena kita salah menempatkan pengelompokan aset itu. Yang tadinya pengelompokan aset di 8 tahun ternyata kelompoknya masuk di 20 tahun. Akhirnya beban penyusutan kita tinggi,” jelasnya.
Setelah dilakukan evaluasi sesuai dengan rekomendasi BPKP didapatlah, bahwa laba ditahan PDAM atau yang disampaikan Karo Ekonomi tinggal Rp158 miliar. “Intinya salah mengelompokkan aset,” jelasnya.
Ia mengungkapkan lagi, yang tidak boleh berubah dalam pelaporan adalah pendapatan usaha. Pendapatan diubah bisa berdampak pada hukum karena tentu ada upaya manipulasi. Begitu juga biaya operasi. “Itu tidak boleh diubah. Tapi yang namanya akumulasi kerugian, beban penyusutan itu semua asumsi, gak ada duitnya. Ini yang dikoarkan sebagai kerugian oleh karo ekonomi. Yang gak ada duitnya,” jelasnya.
Saldo PDAM Tarakan per 26 Maret 2025 saat ini mencapai Rp72 miliar lebih. Dan dividen sudah disetorkan Rp31 miliar. Artinya ada saldo positif selama lima tahun sebanyak Rp100 miliar lebih.
“Saya masuk di PDAM, saldonya hanya Rp3,2 miliar. Sekarang sudah Rp 100 miliar lebih. Jadi dibilang sakit itu di mana. Kesimpulannya dia tidak paham akhirnya menyesatkan publik. Daripada berpolemik ayo kita debat terbuka disaksikan gubernur disaksikan kejaksaan kepolisian kalau perlu KPK,” tukasnya.(SL)
Discussion about this post