KAlTARAUPDATE.COM – Dugaan beras oplosan melibatkan juga pengemasan ulang beras subsidi dari program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) sempat disampaikan Menteri Pertanian Amran Sulaiman belum lama ini.
Dimana disebutkan 80 persen beras SPHP telah dicampur dan dijual kembali sebagai beras premium menyebabkan harga naik tajam.
Kepala Perum Bulog Cabang Tarakan, Sri Budi Prasetyo menegaskan, di Tarakan dipastikan tidak ada beras oplosan tersebut beredar. Hal ini didasari oleh posisi beras yang ada di Tarakan seluruhnya berasal dari luar daerah, serta selama beberapa bulan terakhir Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tidak beredar di Tarakan.
“Kalau beras oplosan, saya bisa menjamin saat ini di Tarakan tidak ada. Posisinya beras yang ada di Tarakan ini kan semua berasal dari luar Tarakan,” tegas Sri Budi Prasetyo kepada awak media sore tadi, Jumat (18/7/2025).
Lebih lanjut ia mengungkapkan, program SPHP sendiri baru mulai didistribusikan pada 29 Maret lalu, sehingga tidak ada beras SPHP alias kemungkinan pengoplosan sangat kecil.
Ia mengungkapkan lagi, pada 9 Juli 2025 baru mendapatkan lagi penugasan. Dan setelah menerima penugasan, penyaluran SPHP yang saat ini baru disalurkan melalui Gerakan Pangan Murah (GPM) di wilayah Pantura Tarakan dan belum ke mitra ataupun pengecer.
“Kami tidak menjual ke pedagang, tetapi melalui gerakan pangan murah di mana ada peraturan yang berlaku sekarang maksimal itu hanya dua kemasan masing-masing pembeli,” jelasnya.
Ke depannya, SPHP juga akan disalurkan melalui outlet-outlet Koperasi Merah Putih dan pedagang pengecer di pasar yang telah diverifikasi oleh Bulog, Dinas Perdagangan, dan Satgas Pangan. Tentunya lanjutnya harus dilakukan verifikasi toko dan edukasi ketentuan penjualan.
“Kami kemarin telah melakukan verifikasi ke pedagang pengecer dan mengingatkan kembali bahwa ketentuan SPHP ini maksimal dijual di harga Rp13.000 per kilogram,” terangnya.
Ia melanjutkan saat ini, Harga Acuan Penjualan (HAP) adalah Rp13.000-Rp13.500, Bulog dan tim pengawas SPHP sepakat untuk menetapkan harga jual di konsumen maksimal Rp13.000 per kilogram atau Rp65.000 per kemasan 5 kilogram.
“Hal ini untuk mengantisipasi pembulatan harga pedagang yang bisa merugikan konsumen. Kami takutkan dengan adanya seratusan di belakang, rata-rata pedagang itu menaikkan untuk pembulatan. Tapi untuk menyiasati itu biar harganya sesuai, kami juga tetapkan bersama-sama harga jual Rp13.000 per kilo atau Rp65.000 per satu kemasan 5 kilogram,” urainya.
Ia juga menambahkan bahwa untuk Bulog menerapkan sistem pengawasan ketat. Dimana ia menyampaikan, untuk pengecer bekerja sama dengan Bulog hanya diperbolehkan mengambil maksimal 2 ton.
“Jadi dua ton beras per pengambilan. Saat pengambilan, mereka diwajibkan menginput penjualan harian melalui aplikasi Klik SPHP.
Jadi kami bisa memonitor. Saat kami melihat ada kejanggalan, tentunya kami akan turun, kami cek apakah betul,” tukasnya.
Discussion about this post